Jumat, 22 Januari 2016

Kalpataru



KALPATARU





 

Kosakata KALPATARU dalam bahasa Sanskerta berarti pohon kehidupan. Lambang ini diambil dari relief Candi Mendut, Jawa Tengah ini diangkat ke permukaan menjadi nama sebuah penghargaan di bidang lingkungan yang diberikan perorangan atau masyarakat yang telah menunjukkan kepeloporannya dalam melestarikan fungsi lingkungan hidup.Pendahulu Bangsa Indonesia menorehkan pahatan  KALPATARU untuk menggambarkan suatu tatanan lingkungan yang serasi,selaras dan seimbang antara hutan, tanah, air, udara, dan makhluk hidup.

Salah satu prinsip pembangunan adalah berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Sejalan dengan itu, Pasal 10 huruf (i) UU No. 23 Tahun 1997, menyebutkan bahwa "dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah berkewajiban memberikan penghargaan kepada orang atau kelompok yang berjasa di bidang lingkungan hidup". Salah satu bentuk penghargaan tingkat nasional yang diberikan oleh Pemerintah adalah KALPATARU.
Penghargaan KALPATARU diberikan pada seseorang atau kelompok masyarakat yang telah menunjukkan kepeloporan dan memberikan sumbangsihnya di dalam memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. 

Sejak tahun 1980-2003, KALPATARU telah diberikan kepada 195 orang/kelompok yang terdiri dari 4 kategori, yaitu Perintis Lingkungan (57), Pengabdi Lingkungan (50), Penyelamat Lingkungan (64), dan Pembina Lingkungan (24).
Penyerahan KALPATARU dilakukan oleh Presiden R.I. setiap tahun bertepatan pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada tanggal 5 Juni.
Pemberian penghargaan ini juga dimaksudkan sebagai salah satu insentif dan stimulus untuk memotivasi inisiatif lokal, serta diharapkan memberikan "multiflier effect" pada perorangan atau kelompok masyarakat di daerah lain untuk berbuat yang sama pada lingkungannya.






Peribahasa



Catatan bahasa Indonesia
(Peribahasa)

         1.         Kalah jadi abu menang jadi arang
= menang kalah sama – sama merugi

         2.         Air beriak tanda tak dalam
= orang yang banyak cakap biasanya bodoh

         3.         Air cucuran atap, jatuhnya ke pelimbahan juga
= sifat anak meniru dari sifat orang tuanya juga

         4.         Air susu dibalas dengan air tuba
= kebaikan dibalas dengan kejahatan

         5.         Air tenang menghanyutkan
= orang pendiam biasanya banyak pengetahuannya

         6.         Bagai air di daun talas
= orang yang tidak tetap pendiriannya

         7.         Lubuk akal tepian ilmu
= orang pandai tempat bertanya

         8.         Bergantung pada akar lapuk
= mengharap pertolongan pada orang yang tidak dapat 
   menolong

         9.         Bayang – bayang sepanjang badan
= hendaknya pengeluaran disesuaikan dengan penghasilan
    kita

       10.       Hancur badan dikandung tanah, budi baik dikenang juga
= budi baik akan kita kenang selama – lamanya, walau
orangnya sudah tak ada.
       11.       Karena nila setitik, rusak susu sebelanga
= karena kesalahan kecil, rusaklah kebaikan yang kita buat.

       12.       Buruk muka cermin dibelah
= diri sendiri yang bersalah, orang lain yang dipersalahkan

       13.       Gajah di pelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan tampak
= kesalahan sendiri tak kelihatan walau besar, kesalahan
   orang lain terlihat walau kecil

       14.       Panas setahun dihapus hujan sehari
= kebaikan yang lama dipupuk, dirusak oleh keburukan yang
   hanya sekali dilakukan

       15.       Seperti orang buta kehilangan tongkat
= seseorang yang kebingungan karena kehilangan cara
   menolong diri sendiri

       16.       Tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan
= tetap tegar, walau kehidupannya penuh cobaan

       17.       Sekali lancung ke ujian, seumur hidup tak dipercaya
= sekali berbuat kebohongan, selamanya tak dipercaya lagi

       18.       Menegakkan benang basah
= melakukan pekerjaan sia – sia

       19.       Seperti ilmu padi, makin tua makin merunduk
= seseorang yang makin berilmu/pandai, makin tidak
sombong

       20.       Pucuk dicinta ulam tiba
= memperoleh sesuatu yang diharapkan